
Oleh: Yohana Yikwa*)
Di tengah upaya membangun perdamaian dan keharmonisan di tanah Papua, Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menjadi sorotan. Tindakan kelompok separatis ini dinilai semakin mengancam stabilitas dan keamanan masyarakat.
Profesor riset pada Pusat Riset Kewilayahan Badan Riset dan Inovasi Nasional(BRIN), Cahyo Pamungkas mengatakan keberhasilan membebaskan Philip mestimenjadi teladan bagi pemerintah, khususnya TNI-Polri dalam penanganan konflik di Papua.
Pernyataan Profesor Cahyo Pamungkas mengenai keberhasilan membebaskanPhilip sebagai teladan baru dalam penanganan konflik di Papua sangat relevan. Iamenekankan bahwa sudah saatnya pemerintah, khususnya TNI-Polri, meninggalkanpendekatan keamanan yang selama ini diterapkan. Pandangannya sejalan denganide bahwa pendekatan dialogis atau soft approach lebih efektif untuk meredakanketegangan di Papua.
Pendekatan keamanan, yang selama ini berfokus pada pengiriman pasukantambahan dan tindakan represif, justru sering kali menambah ketegangan di lapangan. Tindakan tersebut dapat memicu perlawanan yang lebih besar darikelompok-kelompok separatis dan memperburuk citra pemerintah di matamasyarakat lokal. Dengan adanya pasukan organik yang sudah cukup, seperti yangdinyatakan Cahyo, seharusnya TNI-Polri dapat berfokus pada upaya-upayapencegahan melalui dialog dan keterlibatan masyarakat.
Namun, langkah pemerintah juga menuai kritik. Beberapa kalangan mengingatkanagar tindakan tegas tidak menjurus pada pelanggaran hak asasi manusia. Menurutmereka, pendekatan yang lebih berbasis pada kesejahteraan masyarakat dan dialogharus tetap dipertahankan. Ini penting agar masyarakat Papua merasa dilibatkandalam proses penyelesaian masalah, bukan sebagai objek dari kebijakan yangdiambil.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Hadi Tjahjanto, mengenaipembentukan Angkatan Siber sebagai matra keempat dalam TNI di bawahpemerintahan Prabowo Subianto adalah langkah yang sangat relevan. Di era digital yang semakin berkembang, ancaman dari ranah maya tidak bisa diabaikan. Pembentukan Angkatan Siber merupakan respon yang tepat untuk mengantisipasiberbagai tantangan yang muncul akibat teknologi informasi yang pesat.
Di masa lalu, konflik dan perang sering kali terjadi di medan tempur fisik, tetapi saatini, ancaman datang dari cyber attacks yang dapat merusak infrastruktur, mengganggu sistem komunikasi, dan mencuri data penting. Angkatan Siberdiharapkan dapat berfungsi sebagai pertahanan pertama terhadap berbagaiserangan ini, melindungi informasi sensitif dan menjaga keamanan nasional
Di sisilain, perlu dicatat bahwa keberhasilan pembentukan Angkatan Siber tidakhanya bergantung pada alokasi anggaran atau sumber daya manusia. Ini jugamemerlukan kolaborasi lintas sektor, termasuk pemerintah, sektor swasta, danmasyarakat. Pelibatan ahli siber dari berbagai disiplin ilmu sangat penting untukmemastikan bahwa Angkatan Siber memiliki keahlian yang diperlukan untukmenghadapi ancaman yang terus berkembang.
Selain itu, pembentukan matra ini harus disertai dengan regulasi yang jelas dan etikayang kuat. Dalam perang siber, batasan antara serangan dan pertahanan sering kalikabur. Oleh karena itu, penting untuk menetapkan kerangka hukum yang mengaturtindakan yang dapat diambil oleh Angkatan Siber, untuk mencegah penyalahgunaankekuasaan dan melindungi hak asasi manusia.
Pembentukan matra keempat ini juga mencerminkan kebutuhan untuk memperbaruistrategi pertahanan negara. Angkatan Siber bukan hanya tentang pertahanan, tetapijuga tentang pengembangan kapasitas untuk melakukan serangan balik dan intelijendi dunia maya. Dengan demikian, Angkatan Siber bisa menjadi alat untuk menjagakepentingan nasional di tengah ancaman global yang semakin kompleks.
Direktur Imparsial, Gufron Mabruri juga menekankan tentang kebutuhan akanAngkatan Siber sebagai penguatan pertahanan siber di tengah perang dunia mayasangat tepat. Namun, ia juga menekankan pentingnya melakukan kajian mendalamsebelum membentuk matra baru ini. Pendapat ini mencerminkan realitas kompleksyang harus dihadapi ketika merespons ancaman siber yang semakin meningkat.
Pembentukan Angkatan Siber memang mendesak, mengingat tingginya risikoserangan di ranah digital. Namun, untuk memastikan efektivitas dan keberlanjutandari Angkatan Siber, perlu dilakukan analisis komprehensif mengenai kesiapaninfrastruktur, teknologi, dan sumber daya manusia yang ada. Tanpa dasar yang kuat, pembentukan matra ini bisa menjadi langkah yang terburu-buru dan tidakmemberikan hasil yang diharapkan.
Menghadapi ancaman dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang semakinmengganggu stabilitas di Papua, diperlukan tindakan tegas yang komprehensif untukmemulihkan keharmonisan di wilayah tersebut. Berbagai langkah strategi sepertimemastikan bahwa pelanggaran hukum yang dilakukan oleh OPM mendapatkansanksi yang tegas. Penegakan hukum yang konsisten akan memberikan sinyalbahwa tindakan separatis tidak akan ditoleransi. Penuntutan terhadap individu ataukelompok yang terlibat dalam kekerasan harus dilakukan secara transparan dan adil.
Dengan berbagai tantangan yang ada, harapannya OPM ditindak tegas. Ini dapatmembawa perubahan positif bagi masyarakat Papua. Keharmonisan dan keamananadalah hak setiap warga negara, dan upaya untuk mencapainya harus dilakukandengan serius dan berkesinambungan. Tindakan pemerintah dalam memberantasOPM diharapkan dapat menjadi langkah awal menuju Papua yang lebih damai dansejahtera.
*)Penulis merupakan Staf Kebijakan Pendidikan Papua Lembaga PengembanganPendidikan Papua Sejahtera