March 13, 2025

Oleh: Sashya Alfiah)*

Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk mencapai swasembada pangan dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks. Dalam beberapa tahun terakhir, sektor pertanian di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, seperti perubahan iklim, alih fungsi lahan, serta ketergantungan pada impor pangan. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah meluncurkan serangkaian langkah strategis guna mempercepat terwujudnya swasembada pangan.

Penetapan Harga Pokok Penjualan (HPP) Gabah Kering Panen (GKP) yang lebih tinggi oleh pemerintah merupakan langkah yang sangat tepat dan strategis dalam mendukung keberlanjutan sektor pertanian Indonesia, khususnya dalam meningkatkan semangat para petani untuk terus berproduksi. Dengan adanya penyesuaian HPP menjadi Rp6.500 per kg, yang disampaikan oleh Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, kebijakan ini tidak hanya memberikan perlindungan lebih kepada petani, tetapi juga menjadi salah satu pilar penting dalam upaya swasembada pangan nasional.

Pada dasarnya, sektor pertanian adalah tulang punggung ketahanan pangan sebuah negara. Namun, di Indonesia, petani sering kali dihadapkan pada tantangan besar, baik dari sisi biaya produksi yang terus meningkat maupun fluktuasi harga yang tidak stabil. Oleh karena itu, penetapan HPP yang lebih tinggi ini dapat menjadi insentif yang signifikan bagi petani untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan produksi mereka. Dengan harga jual gabah yang lebih menguntungkan, para petani dapat merasakan hasil yang lebih layak dari usaha mereka, yang pada gilirannya akan memotivasi mereka untuk terus berinovasi dan meningkatkan produktivitas.

Untuk mendukung langkah tersebut, pemerintah juga meningkatkan akses petani terhadap pembiayaan dan sarana produksi. Salah satu program yang dicanangkan adalah pemberian kredit kepada petani dengan bunga rendah, sehingga mereka dapat membeli peralatan pertanian modern atau memperluas lahan pertanian. Dukungan finansial ini diharapkan dapat mendorong petani untuk lebih berani berinovasi dan meningkatkan produktivitas mereka.

Pernyataan Wakil Menteri Transmigrasi, Viva Yoga Mauladi, mengenai stagnasi produksi pangan sebagai tantangan utama dalam mencapai swasembada pangan nasional adalah sebuah refleksi realistis dari kondisi sektor pertanian Indonesia saat ini. Menurunnya produksi padi sebesar 1,1 persen pada periode 2019-2023 serta rendahnya produktivitas lahan budidaya ikan yang hanya mencapai 0,6 ton per hektare per tahun menunjukkan adanya masalah serius yang harus segera diatasi. Upaya intensifikasi dan ekstensifikasi memang sangat penting untuk mengatasi stagnasi tersebut, namun tantangan ini harus dihadapi dengan pendekatan yang lebih holistik.

Stagnasi dalam produksi pangan memang bukan hal baru. Indonesia, sebagai negara agraris dengan jumlah penduduk yang terus berkembang, tentu membutuhkan produksi pangan yang stabil dan meningkat. Jika stagnasi ini dibiarkan, kita bisa menghadapi ketergantungan yang lebih besar pada impor pangan, yang akan sangat rentan terhadap fluktuasi harga global dan ketidakpastian pasar internasional. Hal ini tentu saja akan berdampak pada ketahanan pangan yang seharusnya menjadi prioritas utama negara.

Di sisi lain, pemerintah juga memperkuat sistem distribusi pangan agar lebih efisien dan terjangkau. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memperbaiki infrastruktur distribusi, seperti membangun jalan-jalan penghubung antar daerah penghasil pangan dan pasar-pasar besar. Dengan memperlancar distribusi pangan, pemerintah berharap harga pangan dapat lebih stabil, dan ketahanan pangan di daerah-daerah tertentu dapat terjaga.

Peningkatan ketahanan pangan juga menjadi fokus utama dalam upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada impor pangan. Dalam hal ini, pemerintah terus mendorong sektor pertanian untuk meningkatkan produksi pangan dalam negeri, terutama bahan pangan pokok seperti beras, jagung, dan kedelai. Dengan meningkatkan produksi domestik, diharapkan Indonesia tidak lagi bergantung pada impor yang dapat dipengaruhi oleh fluktuasi harga global.

Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, mengatakan komitmennya untuk memaksimalkan fungsi hutan dalam mendukung swasembada pangan adalah langkah yang patut diapresiasi. Dalam upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional, peran sektor kehutanan seringkali terlupakan, padahal sebenarnya ada potensi besar yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung produksi pangan. Dengan mengoptimalkan hutan cadangan melalui pendekatan agroforestry, diharapkan Indonesia bisa menciptakan solusi yang berkelanjutan dan efektif dalam menghadapi tantangan pangan.

Komitmen yang disampaikan oleh Raja Juli Antoni untuk memaksimalkan fungsi hutan sebagai salah satu bagian dari strategi swasembada pangan mengarah pada pemanfaatan hutan yang lebih bijaksana. Alih-alih membuka hutan baru yang berpotensi merusak ekosistem, langkah ini justru berfokus pada revitalisasi dan reboisasi hutan yang telah terdegradasi. Pendekatan ini tidak hanya menguntungkan dari segi produktivitas pangan, tetapi juga penting untuk pemulihan lingkungan yang semakin terancam oleh deforestasi dan perubahan iklim.

Tidak hanya itu, pemerintah juga terus berupaya menjaga keberagaman sumber pangan. Program diversifikasi pangan pun semakin digalakkan agar masyarakat tidak hanya bergantung pada satu jenis pangan saja. Dalam hal ini, pemerintah menyarankan masyarakat untuk mengonsumsi berbagai jenis bahan pangan lokal yang kaya akan gizi dan mudah ditemukan di sekitar mereka.

Melalui langkah-langkah strategis ini, pemerintah berkomitmen untuk mempercepat pencapaian swasembada pangan di Indonesia. Meskipun tantangan yang dihadapi tidaklah ringan, dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, diharapkan ketahanan pangan nasional dapat tercapai dengan lebih cepat. Ini merupakan upaya penting untuk memastikan ketersediaan pangan yang cukup, bergizi, dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia.

)* Pengamat Ekonomi Nasional PT Linkjaknas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *