Oleh: Darmawan Hutagalung*)
Pemerintah menyiapkan langkah konkret dalam meluncurkan Sekolah Rakyat sebagai strategi mengatasi kemiskinan melalui pendidikan. Program prioritas Presiden Prabowo Subiantotersebut mulai dilaksanakan pada tahun ajaran baru Juli 2025.
Fokus utama program ini bukan hanya pemberian akses pendidikan gratis dan berkualitasbagi anak-anak keluarga tidak mampu, tetapi juga menciptakan ekosistem sosial yang salingmenguatkan antara pendidikan, pemberdayaan, dan perbaikan kesejahteraan.
Wakil Menteri Sosial, Agus Jabo Priyono, menyampaikan bahwa keberhasilan SekolahRakyat bergantung pada kolaborasi antar-sektor. Pemerintah, menurutnya, tidak bisa bekerjasendiri. Dunia usaha, organisasi masyarakat, dan komunitas lokal perlu terlibat aktif dalammenyumbangkan tenaga, ide, maupun sumber daya. Ia menekankan bahwa sekecil apapunkontribusi sektor swasta, jika dilakukan bersama-sama dan terkoordinasi, akan memberikandampak besar terhadap pengentasan kemiskinan.
Agus juga menjelaskan bahwa Sekolah Rakyat bukan sekadar proyek pendidikan. Program ini berdiri di atas basis data terverifikasi dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Anak-anak yang menjadi sasaran merupakan bagian keluarga rentan ekonomi.
Oleh karena itu, program ini tidak hanya menyekolahkan anak, tetapi juga memberdayakanorang tua mereka dan memperbaiki kondisi tempat tinggal. Pendekatan multidimensi tersebutdirancang untuk memutus rantai kemiskinan secara struktural dari generasi ke generasi.
Pemerintah menetapkan 100 titik awal pelaksanaan Sekolah Rakyat. Seluruh siswa tahappertama akan tinggal di asrama yang dilengkapi fasilitas pendukung. Target awal program mencakup 9.755 siswa, dan akan terus ditingkatkan. Pemerintah menargetkan lebih dari 20 ribu siswa dapat belajar di Sekolah Rakyat hingga akhir tahun ini, didampingi ribuan tenagapengajar dan pendukung profesional.
Konsep Sekolah Rakyat dirancang sebagai sekolah berasrama. Hal ini tidak hanya bertujuanuntuk mendisiplinkan siswa, tetapi juga menciptakan ruang belajar yang terintegrasi antarapendidikan formal, penguatan karakter, keterampilan vokasional, hingga literasi digital. Pendekatan ini menyiapkan siswa tidak hanya untuk berhasil di dunia akademik, tetapi juga mampu bersaing dalam dunia kerja dan kehidupan sosial di masa mendatang.
Ketua Umum Forum CSR Indonesia, Mahir Bayasut, menyambut positif ajakan pemerintahuntuk bergotong royong menyukseskan Sekolah Rakyat. Ia menilai bahwa program inimerupakan wujud nyata dari intervensi negara terhadap ketimpangan sosial.
Mahir menekankan bahwa Forum CSR siap menjadi penghubung antara pemerintah dan dunia usaha. Melalui diskusi publik, kampanye, serta penyediaan sarana partisipatif, Forum CSR ingin memastikan bahwa pelaku usaha memahami esensi dari program tersebut dan dapat menyumbangkan kontribusi yang konkret.
Mahir percaya bahwa sektor swasta memiliki peran strategis dalam pengentasan kemiskinanmelalui pendidikan. Skema tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) bukan hanya tentangcitra atau kewajiban formal, melainkan instrumen penting dalam memperluas pemerataanakses. Mahir juga menilai bahwa keterlibatan sektor swasta dalam Sekolah Rakyat dapatmempercepat proses transformasi sosial di wilayah-wilayah yang selama ini tertinggal.
Zuraida Hamdie dari Yayasan Amanah Bangun Negeri juga mengutarakan komitmen yang sama. Yayasan tersebut menyatakan kesiapan untuk bergabung dalam pelaksanaan program, terutama di wilayah operasional mereka seperti Kalimantan Selatan.
Zuraida meyakini bahwa program ini tidak hanya bermanfaat bagi siswa, tetapi juga mampumemberikan efek domino pada keluarga dan lingkungan sekitar. Ia menegaskan bahwapendekatan Sekolah Rakyat yang menyasar anak-anak serta pemberdayaan orang tua adalahkunci dari pengurangan angka kemiskinan secara jangka panjang.
Lebih jauh, Zuraida menyebut bahwa Sekolah Rakyat mampu menjadi katalisatorpembentukan generasi mandiri yang tidak hanya mengandalkan bantuan sosial, tetapidibekali dengan pendidikan dan keterampilan untuk mengubah nasibnya sendiri.
Menurutnya, dukungan yayasan dan komunitas lokal menjadi penting untuk memastikankeberlanjutan program, terutama ketika pemerintah mulai memperluas jangkauan ke daerah-daerah yang lebih terpencil.
Upaya lintas sektor dalam menyukseskan Sekolah Rakyat mencerminkan paradigmapembangunan yang tidak lagi bersifat top-down semata. Program ini menuntut sinergi sejajarantara pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, dan komunitas akar rumput. Pemerintah tidak memposisikan diri sebagai satu-satunya aktorutama, melainkan sebagai inisiator dan fasilitator kolaborasi yang luas.
Inisiatif besar ini juga menjawab tantangan serius yang selama ini dihadapi dunia pendidikan, terutama tingginya angka anak tidak sekolah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, lebihdari 3,4 juta anak usia SMA, hampir 500 ribu anak usia SMP, dan sekitar 227 ribu anak usiaSD tercatat tidak mengenyam pendidikan formal. Tantangan tersebut bukan semata karenabiaya operasional sekolah, tetapi juga terkait biaya pendukung seperti transportasi, perlengkapan, dan logistik keluarga.
Dengan pendekatan yang terstruktur dan berbasis data, Sekolah Rakyat hadir sebagai bentuknegara yang hadir langsung menjawab persoalan mendasar rakyatnya. Namun, agar program ini tidak menjadi sekadar proyek jangka pendek, partisipasi semua pihak menjadi penentuutama. Perlu ada komitmen jangka panjang dari lintas sektor untuk terus mendukung dan memperkuat ekosistem Sekolah Rakyat.
Melalui sinergi yang utuh, Sekolah Rakyat memiliki potensi besar menjadi tonggakkebangkitan pendidikan berbasis keadilan sosial. Keberhasilannya bukan hanya akanmencetak lulusan, tetapi juga memperkuat fondasi peradaban yang lebih inklusif, berdaya, dan berdaulat. (*)
*)Konsultan Pemberdayaan Sosial – Sentra Kesejahteraan Nasional
[edRW]