June 2, 2025

Palembang, Sumsel – Menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang berpotensi meningkat pada musim kemarau 2025, pemerintah menggandeng sektor swasta, khususnya industri kelapa sawit, untuk mengambil peran aktif dalam upaya pencegahan. Langkah ini menjadi bagian dari strategi antisipatif menghadapi cuaca ekstrem yang diperkirakan berlangsung antara Juni hingga Oktober 2025.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hanif Faisol Nurofiq, menjelaskan bahwa pihaknya telah bekerja sama dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) guna menggerakkan pelaku industri agar mematuhi standar operasional pengendalian karhutla yang sejalan dengan prinsip keberlanjutan.

“Gapki memiliki peran strategis dalam memastikan anggotanya menjalankan praktik industri yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Kami mendorong peran aktif mereka sebagai garda depan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan, terutama di wilayah-wilayah rawan seperti Sumatera Selatan,” ujar Hanif.

Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Sumatera Selatan akan memasuki musim kemarau mulai pertengahan tahun. Kepala Stasiun Klimatologi Kelas I Sumsel, Wandayantolis, mengingatkan bahwa potensi peningkatan suhu cukup signifikan akibat dampak kemarau basah (La Nina) yang berlangsung sepanjang 2024.

“Kami telah menyampaikan peringatan dini kepada pemerintah daerah. Upaya pengawasan dan mitigasi harus ditingkatkan sejak dini, karena kondisi cuaca bisa memperparah penyebaran titik api,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru, menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah dan pelaku industri. Ia mendorong seluruh perusahaan kelapa sawit di wilayahnya untuk tergabung dalam Gapki agar koordinasi dan pengawasan bisa berjalan optimal.

“Saya akan turun tangan langsung agar perusahaan-perusahaan itu bergabung. Karena kebakaran hutan bukan hanya persoalan pemerintah, tapi juga tanggung jawab dunia usaha,” tegas Herman.

Sementara Wakil Ketua Umum II Gapki, Susanto, menyampaikan bahwa pihaknya telah menyiapkan serangkaian langkah konkret guna menghadapi musim kemarau. Dari total 752 perusahaan yang tergabung sebagai anggota, seluruhnya telah diminta menyiapkan sumber daya manusia, peralatan, dan sistem deteksi dini yang memadai.

“Gapki tidak hanya berorientasi pada produksi, tetapi juga menjunjung tinggi prinsip keberlanjutan. Kami memastikan perlindungan sosial dan lingkungan menjadi prioritas dalam operasional perusahaan anggota,” tutur Susanto.

Upaya pencegahan yang dilakukan antara lain berupa pelatihan dan sertifikasi SDM, pemetaan wilayah rawan titik api, penyediaan sumber air, serta modifikasi cuaca.
Gapki juga menggandeng berbagai pemangku kepentingan, mulai dari lembaga pemerintah, Masyarakat Peduli Api (MPA), hingga organisasi lingkungan untuk penguatan pencegahan berbasis lanskap.

Dengan kolaborasi lintas sektor ini, pemerintah berharap angka kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan dan wilayah lainnya dapat ditekan secara signifikan. [-red]

[edRW]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *