July 12, 2025

Oleh: Marianus Wenda *)

Pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Papua merupakan bagian takterpisahkan dari visi besar Presiden Prabowo Subianto dalam memperkuat fondasigenerasi emas Indonesia. Papua sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tak boleh dibiarkan tertinggal dalam urusan pemenuhan gizi anak-anak sekolah, sekalipun pelaksanaannya menghadapi tantangan yang tidak ringan. Komitmen pemerintah pusat dalam menjangkau wilayah-wilayah paling timur Indonesia melalui program MBG adalah bentuk nyata kehadiran negara, meskipun kondisikeamanan dan sosial di lapangan menuntut pendekatan yang lebih adaptif.

Kenyataan bahwa sejumlah daerah di Papua masuk dalam kategori zona merah karenaancaman kelompok bersenjata menjadi peringatan bahwa pelaksanaan program harusdirancang dengan kecermatan tinggi. Di wilayah-wilayah seperti Yahukimo, PegununganBintang, dan Puncak Jaya, keberadaan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang menamakan diri TPNPB-OPM telah menciptakan kekhawatiran terhadap keselamatanpara petugas maupun penerima manfaat. Dalam konteks inilah, dukungan terhadapkebijakan nasional perlu dibarengi langkah-langkah taktis di lapangan, termasukkoordinasi lintas sektor antara pelaksana program dan pihak-pihak yang memahamidinamika lokal.

Staf Khusus Menteri Pertahanan Bidang Kedaulatan NKRI, Lenis Kogoya, menunjukkanperan strategis dalam menjembatani kebijakan pusat dengan kondisi sosial-budayamasyarakat Papua. Ia menilai pentingnya keterlibatan langsung tokoh-tokoh Papua dalam pelaksanaan MBG agar masyarakat tidak terjebak dalam propaganda yang menyesatkan. Beberapa isu yang sempat beredar di masyarakat, seperti kekhawatiran terhadap makanan yang dibagikan, merupakan bentuk disinformasi yang harus diluruskan melalui pendekatan persuasif dan dialog terbuka. Narasi semacam ini harusdilawan dengan komunikasi yang terbuka dan pendekatan yang menjunjung tinggimartabat masyarakat lokal.

Kesalahpahaman ini juga menunjukkan bahwa program MBG tidak cukup hanyadidorong dari sisi logistik dan administrasi. Namun, harus dibarengi oleh komunikasipublik yang kuat dan terstruktur. Pemerintah perlu memastikan bahwa masyarakatmemahami MBG sebagai program nasional yang berlaku untuk seluruh anak Indonesia, tanpa diskriminasi. Dengan demikian, kepercayaan publik akan tumbuh dan partisipasimasyarakat akan meningkat. Di sinilah pentingnya peran tokoh lokal seperti Lenis yang memahami seluk-beluk sosial di Papua serta dapat menjadi jembatan antara negara dan rakyat.

Dukungan terhadap MBG di Papua juga tercermin dari antusiasme masyarakat yang mulai menerima kehadiran program ini. Di beberapa daerah seperti Timika, Wamena, Nabire, dan Jayapura, anak-anak sekolah telah menunjukkan respons positif terhadappenyediaan makanan bergizi. Bahkan, muncul permintaan tambahan seperti sekolahgratis sebagai bentuk aspirasi dari masyarakat yang mulai percaya bahwa negara hadiruntuk masyarakat Papua. Respons seperti ini harus dibaca sebagai sinyal positif bahwapelaksanaan program sudah berada di jalur yang benar, meskipun masih banyaktantangan teknis yang harus diselesaikan.

Manokwari menjadi contoh lain bagaimana program MBG mulai membuahkan hasilkonkret. Sebanyak sembilan sekolah menengah pertama di kabupaten tersebut telahmendapatkan manfaat dari program ini. Dinas Pendidikan setempat bersama instansi lain telah berperan aktif dalam mendukung keberhasilan teknis pelaksanaan MBG, kerjasama yang terjalin dengan instansi lain seperti TNI menunjukkan bahwa pelaksanaanlintas sektor bisa berjalan efektif ketika ada komunikasi yang terbuka dan tujuan yang sama. Rencana pembangunan Dapur Sehat di Distrik Prafi adalah langkah strategisuntuk memperluas jangkauan program hingga ke wilayah pinggiran.

Efektivitas pelaksanaan MBG di sekolah juga dapat dilihat dari pengalaman SMP Negeri 1 Manokwari. Sekolah yang memiliki lebih dari seribu siswa itu berhasil mengaturpenyaluran makanan bergizi sesuai dengan jumlah kehadiran siswa, tanpa mengalamigangguan berarti. Pengelolaan waktu istirahat menjadi tantangan tersendiri, tetapi halini mampu diatasi dengan penyesuaian jam belajar yang tetap berpihak pada kebutuhan siswa. Dampak positif lain yang dirasakan adalah berkurangnya kebutuhanuang jajan, yang secara tidak langsung mendidik anak-anak untuk mengelola keuanganpribadi sejak dini.

Melihat berbagai capaian ini, pelaksanaan MBG di Papua bukan hanya soal distribusimakanan, tetapi lebih luas dari itu, yakni menyangkut urusan keadilan sosial dan penguatan kehadiran negara di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Pemerintah melalui kebijakan ini sedang membangun fondasi kesehatan generasi muda, sekaligus mengikis kesenjangan antarwilayah yang selama ini masih dirasakan tajam. Hal ini menjadi modal penting untuk membangun rasa memiliki terhadap NKRI di kalangan masyarakat Papua, yang selama ini kerap merasa terpinggirkan.

Dengan semangat kerja sama dan keberanian pemerintah, tantangan seperti kondisi geografis dan keamanan justru menjadi pemicu untuk mempercepat pembangunan berkeadilan, program MBG menunjukkan bahwa dengan kehendak politik yang kuat, pemerintah bisa membangun dari pinggiran. Yang dibutuhkan adalah konsistensi dalamimplementasi, kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah, serta keberanian untukturun langsung ke masyarakat. MBG bukan sekadar program makan gratis, melainkanmanifestasi keadilan yang diwujudkan dalam bentuk paling sederhana namun paling berdampak.

Dengan semangat itu, dukungan terhadap pelaksanaan MBG di Papua harus terusdigelorakan. Tidak hanya oleh pemerintah, tapi juga oleh masyarakat luas, media, dan lembaga pendidikan. Karena memastikan setiap anak Papua mendapatkan makananbergizi adalah cara paling konkret untuk membuktikan bahwa keadilan sosial bukanhanya wacana, melainkan kerja nyata yang bisa dirasakan hari ini, dan diwariskan untukmasa depan.

*) Pegiat Literasi / Komunitas Anak Papua Rantau

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *